Kapolri
Jenderal Badrodin Haiti telah menandatangani Surat Edaran (SE) ujaran kebencian
atau hate speech. Surat edaran
tersebut ditandatangani pada 8 Oktober lalu dengan nomor SE/06/X/2015. Ada dua
alasan utama Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengeluarkan Surat Edaran (SE) hate speech berkaca dari tragedi
Tolikara Papua dan Singkil Aceh, Kapolri akhirnya menerbitkan SE tentang hate speech. Kedua kasus tersebut
disebarkan melalui pemberitaan pada dunia maya yang menyudutkan berbagai suku,
ras, dan agama tertentu. Dengan kasus tersebut jangan sampai media elektronik
dijadikan alat dalam memprovokasi karena akan berakibat fatal.
SE
Hate Speech pada mulanya dianggap
bertentangan dengan Hak Asasi Manusia (HAM) karena dapat menghambat jalannya
demokrasi. Akan tetapi dalam berdemokrasi bukan berarti bebas tanpa aturan.
Demokrasi juga memiliki batasan agar tidak melanggar hukum. Jika tidak ada batasan
maka berpotensi melanggar HAM. SE ini dilakukan untuk mengusut hal kebencian
yang disebarkan oleh seseorang. Semakin banyak pihak yang menyudutkan
seseorang, tentu dapat merampas Hak Asasi Manusia, terutama jika pihak yang
disudutkan menjadi depresi dan akhirnya menjadi bunuh diri dengan pemberitaan
yang menyudutkan dirinya.
Media
yang akan menjadi sasaran Polri untuk pemantauan bukan hanya dunia maya, akan
tetapi juga ujaran-ujaran yang ada di dunia nyata seperti orasi kegiatan,
spanduk, banner, ceramah, pidato keagamaan, ujaran di media cetak maupun
elektronik serta pamflet. Dengan
diterbitkan nya SE ini dapat menghimbau untuk berbicara lebih santun dan etis
karena tidak ada satu komunitas, budaya, dan agama yang mengajarkan tentang
kebencian. Pasal yang dikenakan ialah KUHP maupun UU Informasi Transaksi
Elektronik. Misalnya, pasal 310, 311, 156 KUHP dan pasal 36 UU ITE. Surat
Edaran Hate Speech yang dikeluarkan
oleh Polri hanya berfungsi mengingatkan, tidak ada larangan yang dibuat. UU itu
dibuat oleh DPR dan Pemerintah.
Contact Person :
No comments:
Post a Comment